Selasa, 17 Januari 2012

KEMANTAPAN DINAMIS SEBAGAI SALAH SATU CIRI RAGAM BAHASA BAKU

A. Pengertian dan Teori Ragam Bahasa, Bahasa Indonesia

Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara (Bachman, 1990).

Menurut Dendy sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tidak baku. Dalam situasi resmi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tidak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.

Ragam  bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam. Dalam hal variasi ini ada dua pandangan. Pertama, variasi itu dilihat sebagai adanya keragaman sosial penutur bahasa dan keragaman fungsi bahasa itu. Variasi  bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa.variasi bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Selain itu, variasi bahasa terjadi biasanya akibat perbedaan letak geografis.
B. Analisis Kemantapan Dinamis Sebagai Salah Satu Ciri Ragam Bahasa Baku Bahasa Indonesia
Ragam bahasa baku dapat dikenali dari beberapa sifatnya. Seperti halnya dengan bahasa-bahasa lain di dunia, bahasa Indonesia menggunakan bahasa orang yang berpendidikan sebagai tolok ukurnya. Ragam ini digunakan sebagai tolok ukur karena kaidah-kaidahnya paling lengkap diberikan.  Pengembangan ragam bahasa baku memiliki tiga ciri atau arah salah satunya adalah Memiliki kemantapan dinamis yang berupa kaidah dan aturan yang tetap. Di sini, baku atau standar berarti tidak dapat berubah setiap saat.
Banyak orang kurang menyetujui pemakaian bahasa “baku” karena mereka kurang  memahami makna istilah itu. Mereka mengira bahasa yang baku selalu bersifat kaku, tidak lazim digunakan sehari-hari, atau bahasa yang hanya terdapat di buku. Mereka berpendirian bahwa kita cukup menggunakan bahasa yang komunikatif, maksudnya mudah dipahami. Mereka beranggapan bahwa penggunaan ragam baku mengakibatkan bahasa yang kurang komunikatif dan sulit dipahami.  Pemahaman semacam ini harus diluruskan. Keterpautan bahasa baku dengan materi di media massa ialah bahwa ragam ini yang paling tepat digunakan supaya bahasa Indonesia berkembang dan dapat menjadi bahasa iptek, bahasa sosial, atau pun bahasa pergaulan yang moderen. Bahasa yang baku tidak akan menimbulkan ketaksaan pada pemahaman pembacanya. Ragam bahasa baku akan menuntun pembacanya ke arah cara berpikir yang bernalar, jernih, dan masuk akal. Bahasa Inggris, dan bahasa-bahasa lain di Eropa, bisa menjadi bahasa dunia dan bahasa komunikasi dalam ilmu pengetahuan karena tingginya sifat kebakuan bahasa-bahasa tersebut.
Ragam bahasa Indonesia yang baku ini biasanya ditandai oleh adanya sifat kemantapan dinamis dan ciri kecendekiaan. Yang dimaksud dengan kemantapan dinamis ini ialah bahwa bahasa tersebut selalu mengikuti kaidah atau aturan yang tetap dan mantap namun terbuka untuk menerima perubahan yang bersistem.
Arti dari kemantapan itu sendiri adalah sesuai dengan sistem bahasa yang baku.
Contoh :          
1.      Peng + kontrak = Pengontrak (bukan Pengkontrak)
2.      Meng +suplai = Menyuplai (bukan Mengsuplai)
3.      Peng + Kubur = Pengubur (bukan Pengkubur )

Sedangkan arti dari dinamis adalah tidak kaku dan dapat menerima perubahan yang berpola dan bersistem.
Contoh :
1.      Pentatar          ><        petatar
2.      Penyuluh         ><        penyuluh
3.      Penyepak bola ><        pesepak bola
4.      Penuduh          ><        tertuduh
5.      Pendakwa        ><        terdakwa

C. Fakta yang Muncul di Masyarakat Mengenai Penggunaan Bahasa Indonesia yang Baku
Bahasa Indonesia mempunyai sebuah aturan yang baku dalam pengguanaanya, namun dalam prakteknya sering terjadi penyimpangan dari aturan yang baku tersebut. Kata-kata yang menyimpang disebut kata non baku. Salah satu penyebabnya adalah faktor lingkungan. Faktor ini berpengaruh karena daerah yang satu berdialek berbeda dengan dialek didaerah yang lain, walaupun bahasa yang digunakannya tetap bahasa Indonesia. Ketidak bakuan ini juga bisa disebabkan oleh perubahan gaya hidup di masyarakat , banyak sekali masyarakat kita yang mulai meninggalkan bahasa baku dalam komunikasi sehari harinya. Mereka beranggapan bahwa bahasa yang baku terkesan formal dan tidak membuat situasi komunikasi menjadi lebih santai dan akrab.
Masyarakat di daerah juga lebih memilih memakai bahasa daerah untuk berkomunikasi sehari hari, fakta ini cukup menimbulkan pro dan kontra dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baku. Satu pihak berpendapat bahwa penggunaan bahasa daerah  dapat memberikan ciri terhadap daerah itu, sehingga daerah itu terlihat berbeda dengan daerah yang lain, namun ada juga yang berpendapat bahwa penggunaan bahasa daerah dapat menimbulkan sifat kesukuan yang lebih dominan dan dapat menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya perpecahan.
Dalam era globalisasi ini tentunya kita sudah tidak asing lagi dengan penggunaan short message service (SMS), layanan pertemanan Facebook, Twitter, dan lain sebagainya. Dalam penggunaanya, ternyata layanan seperti ini tidak luput juga dari adanya tren penggunaan tulisan – tulisan yang tidak baku atau melenceng dari kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Banyak sekali kita melihat tulisan dari pengguna layanan ini yang menggunakan bahasa yang sebelumnya tidak pernah kita lihat sebelumnya, contohnya adalah bahasa alay, dalam keterangan yang didapat dari berbagai sumber disebutkan bahwa alay merupakan akronim dari "anak layangan" dan penggunanya kebanyakan adalah anak - anak remaja . Tidak begitu jelas maksud atau arti layangan di sini. Namun, karena perilaku layangan yang ketika dimainkan harus ditarik dan diulur, kemudian dijadikan perumpamaan kepribadian remaja yang masih labil. Artinya, bisa berubah-ubah karena ada tarikan dari sana-sini sesuai dengan pengaruh di sekitarnya. Kemunculan bahasa alay dalam beberapa tahun belakangan ini bisa dirasakan kehadirannya di kalangan remaja. Berikut ini contoh perubahan penulisan huruf ataupun kata dalam bahasa alay:
- kamu: kamuwh, kamyu, qamu
- aku: akyu, aq, aquwh
- maaf: mu'uph, maav
- sorry: cowyie, cory
- lagi: agi, agy, age, lageeh, lg
- makan: mums, mu'umhs
- lucu: lutchuw, luthu, lutu/luttu
- siapa: ciappa, siappva
Dari beberapa contoh di atas bisa dilihat bahwa tidak ada pola pembentukan kata yang jelas, yang bisa diterapkan untuk kata-kata lainnya. Belum lagi, penulisannya dalam suatu kalimat divariasi dengan angka untuk menggantikan huruf vokal dan penggunaan huruf besar ataupun huruf kecil di bagian tengah suatu kata, sehingga mungkin akan membuat pembaca bertambah bingung membacanya. Contohnya sebagai berikut:
- Hi… qMu gi dm4na? w d4h gAg s4bar p3nGen keT3mU (Hai...kamu lagi di mana? Wah, sudah enggak sabar pengin ketemu)
- gMn4 rS4Na j4D1 k4Te m1DdL3tON yUa...(Bagaimana rasanya jadi Kate Middleton ya)
- wUiih teLAt b4NguN... uNtUNg g t3L4T (Wuiih, telat bangun... untung enggak telat)
- my h4RdeSt dAy n we3K...(My hardest day and week/Hari dan minggu yang berat)
- wiSh I c4n pAss tHeM aS sOon aS pOsSibL3 (Wish I can pass them as soon as possible/Saya berharap bisa melewatinya sesegera mungkin)
- Hbd y... w1sH U all the b3sT n God bl3ss U (Happy birthday.. wish you all the best and god bless you/Selamat ulang tahun, berharap yang terbaik dan semoga Tuhan memberkati dirimu)
Dari beberapa contoh kalimat di atas semakin terlihat bahwa tidak ada pola baku bisa diterapkan dalam penulisan bahasa alay. Bahkan, penulisannya pun bisa dalam bahasa asing, misalnya bahasa Inggris atau dicampur kedua-duanya.
Semua huruf ataupun kata yang ditulis bisa berubah-ubah, baik itu huruf besar maupun huruf kecil. Menulis kata bisa juga dengan rangkaian angka atau huruf atau mencampurnya.
Bagi sebagian orang, kemunculan bahasa alay ini bisa diterima sebagai perkembangan dunia remaja saat ini, terutama dalam berbahasa. Bisa jadi, karena para remaja ingin mengekspresikan dirinya dalam bentuk berbeda dari dunia orang dewasa, atau mungkin juga karena kreativitasnya, muncullah bahasa ini. Namun, ada pula yang tidak bisa mafhum akan keberadaan bahasa ini. Bahasa alay dianggap telah merusak kaidah bahasa yang selama ini sudah biasa digunakan. Sebab, acap kali penggunaan bahasa itu tidak pada tempatnya.
Boleh saja bahasa alay digunakan dalam pergaulan sesama remaja, tetapi kadang mereka juga menggunakannya dalam berkomunikasi dengan orang lain, baik itu kepada anak kecil maupun orang dewasa, umpamanya orangtua dan guru. Mungkin, para remaja itu lupa bahwa mereka perlu belajar untuk menempatkan diri, termasuk dalam berkomunikasi dan berbahasa, dengan siapa mereka berhadapan. Bahkan, yang lebih parah lagi, ada juga yang menggunakannya dalam surat lamaran kerja. Entah itu dengan maksud serius atau hanya bercanda, yang jelas penggunaan bahasa tersebut tidak pada tempatnya.
Tentu saja, hal ini tidak bisa diperkenankan karena penggunaan bahasa tulisan yang baik adalah hal yang mutlak dalam konteks tulisan formal, termasuk surat lamaran kerja. Maka dari itu, siapa pun yang mau menggunakan bahasa alay seharusnya bisa memahami ruang lingkup penggunaannya.

D. Kesimpulan 

Kemantapan dinamis adalah salah satu sifat atau ciri dari ragam bahasa baku dan definisinya adalah bahwa bahasa tersebut selalu mengikuti kaidah atau aturan yang tetap dan mantap namun terbuka untuk menerima perubahan yang bersistem. Namun dalam kenyataanya di masyarakat, bahasa baku yang menjadi kaidah yang seharusnya dituruti, terasa tidak begitu berarti dalam penggunaan bahasa sehari hari. Bahkan karena munculnya tren – tren tertentu, bahasa yang seharusnya baku, diplencengkan, sehingga kemantapan dinamisnya terkesan hilang atau sanagt melenceng jauh dari tatanan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Memang benar bahwa kemantapan dinamis juga bersifat terbuka dalam menerima perubahan yang bersistem, tetapi munculnya tren penggunaan bahasa tidak baku (contoh : bahasa alay) terkesan menjatuhkan unsur – unsur yang ada dalam kaidah bahasa Indonesia yang digunakan sebagai bahasa nasional kita.
Untuk itu marilah kita tetap menggunakan bahasa yang berkaidah, karena penggunaan bahasa yang baik dan benar secara tidak langsung dapat menimbulkan kesan yang lebih sopan dan teratur di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
 
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997. Tata Bahasa Baku Bahasa  Indonesia. Jakarta: Perum Balai Pustaka
Moeliono, Anton M. 2002. Bahasa yang Efisien dan Efektif dalam Bidang Iptek”,  makalah lepas.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1979. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta: Balai Pustaka
Sabarianto, Dirgo. 2001. Kebakuan dan Ketidakbakuan Kalimat dalam Bahasa  Indonesia. Jakarta: Mitra Gama Widya
Sakri, Adjat. 2002. Diktat Perlatihan. Jakarta: Dikti Diknas, Proyek Peningkatan  Kualitas Sumber Daya Manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar