Definisi & Pengertian
Crouzon syndrome merupakan kelainan bawaan pada janin yang masih di dalam kandungan saat terjadinya pembentukan organ-organ. Namun, dalam kasus crouzon syndrome pembentukan organ-organ tersebut tidak berkembang dengan baik, khususnya pada kepala. Ketika lahir bentuk kepala tidak sempurna. Lebih tepatnya, tulang pada kepala sudah menutup sebelum waktunya. Seharusnya tulang pada kepala, yang disebut dengan ubun-ubun masih terbuka sampai anak usia 18-24 bulan. Keadaan ubun-ubun lebih cepat menutup, maka otak sulit untuk berkembang sehingga mendesak bagian lain. Bentuk kepala menjadi tidak proporsional dan membuat bentuk wajah menjadi tidak proporsional.
Crouzon syndrome merupakan penyakit autosomal dominan dengan gejala yang bervariasi yang disebabkan oleh mutasi gen pertumbuhan FGFR2 (Fibroblast Growth Factor Receptor 2) pada kromosom 10. Octave Crouzon (1912) memperkenalkan sindrom herediter kraniofasial dysostosis pada ibu dan anak laki-laki. Crouzon menggambarkan tiga kelainan bentuk tulang calvaria, anomali wajah, dan exophthalmos. Penyakit ini dikarakteristikkan dengan tulang calvaria yang terlalu cepat menutup dan sutura basis kranial dan juga seperti halnya orbital dan maksila secara kompleks (craniosynostosis). Kranium tersusun atas beberapa tulang yang dipisahkan oleh sutura. Sutura ini membuat kranium membesar dan berkembang bersamaan dengan perkembangan otak. Jika satu atau lebih sutura menutup lebih cepat, khususnya sebelum otak berkembang secara sempurna, maka kemungkinan perkembangan otak akan menekan kranium dan dapat mengakibatkan terbukanya sutura yang lain. Hal ini dapat menyebabkan ketidaknormalan bentuk kepala dan pada beberapa kasus dapat mempercepat perkembangan otak.
Penyatuan sutura yang terlalu cepat melibatkan sagital dan koronal sutura. Sutura lamboidal terkadang juga terlibat. Urutan dan kecepatan penyatuan sutura menentukan tingkat deformitas dan kecacatan. Penyatuan sutura yang cepat dapat terjadi sendiri atau bersamaan dengan kelainan lain. Pada crouzon syndrome tidak ditemukan kelainan pada jari-jari seperti yang terdapat pada penyakit Apert’s Pfeiffer dan Saethre Chotzen syndrome sebagai diagnosa bandingnya.
Etiologi
Crouzon syndrome disebabkan oleh mutasi gen pertumbuhan FGFR2 (Fibroblast Growth Factor Receptor 2) kromosom 10. Mutasinya gen FGFR2 memiliki efek yang berbeda pada tiap individu. Prematur synostosis pada sutura koronal, sagital dan kadang-kadang sutura lamboidal dimulai pada tahun pertama kelahiran dan berakhir pada tahun kedua atau ketiga. Urutan dan kecepatan penyatuan sutura menentukan tingkat deformitas dan kecacatan. Pada saat sutura tertutup, pertumbuhan sutura secara tegak lurus menjadi terbatas dan tulang menjadi stuktur yang tunggal. Keseimbangan pertumbuhan terjadi pada saat mempertahankan terbukanya sutura untuk perkembangan otak. Bagaimanapun, semakin besar frekuensi sutura synostosis akan mengakibatkan penyatuan yang cepat dari sutura basis kranium, hipoplasia midfacial, orbital yang dangkal, dorsum nasal yang pendek, hipoplasia maksila, dan terkadang terjadi penyumbatan pernapasan atas. Jika kedua orang tua tidak menderita crouzon syndrome, kesempatan kedua anak yang lahir dengan crouzon syndrome sangat kecil. Namun, jika salah satu orang tua menderita crouzon syndrome, kemungkinan bahwa setiap kehamilan akan menghasilkan anak dengan sindrom adalah 1 dari 2 (50% risiko). Jika anak yang lain tidak menderita crouzon syndrome (tidak menunjukkan tanda-tanda crouzon syndrome) , maka anak yang nantinya lahir tidak menderita crouzon syndrome. Jika ada anggota keluarga lain memiliki crouzon syndrom maka resiko terjadinya crouzon syndrom untuk setiap kehamilan sebesar 50%
Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala dari crouzon syndrome tergantung pada bagaimana dan kapan sutura kranial menyatu dengan cepat selama perkembangan janin. Tanda dan gejala yang sering terjadi antara lain: pembentukan tulang kepala yang terlalu cepat (craniosynostosis), perkembangan yang lambat dari hidung dan soket mata (midface hypoplasia), hidung berbentuk paruh, mikrotia pada telinga, kehilangan atau mengecilnya kanal telinga (congenital aural atresia), penyakit ini menyebabkan kehilangan pendengaran, anomali pada tangan dan kaki, acanthosis nigricans, mandibula prognasi, gigi rahang atas crowded, oligodontia, cleft palate, makrodontia, maksila atrisia.
Prevalensi
Berdasarkan prevalensi internasional yang di kutip oleh United States. Perbandingan jumlah anak yang mengalami crouzon syndrom adalah 1 dibanding 60000( kira-kira 16.5 per seribu jumlah bayi yang lahir )
terimakasih,bermanfaat sekali (Y)
BalasHapus