Sabtu, 28 Januari 2012

DISGLOSIA

DEFINISI
Disglosia ialah kesulitan bicara yang disebabkan oleh kelainan bentuk struktur dari organ bicara yaitu artikulator, seperti: palatoskisis  (celah pada palatum),  celah bibir, maloklusi (salah temu gigi atas dan gigi bawah), anomali (penyimpangan dari nilai baku, seperti: bentuk lidah yang tebal,  tidak tumbuh velum, tali lidah pendek).

ETIOLOGI
Pada kebanyakan kasus disglosia, sebabnya tidak jelas. Disglosia dapat terjadi oleh suatu kombinasi dari faktor-faktor pembawaan dan gangguan-gangguan dari luar di antara masa kehamilan 6 sampai 12 minggu.
Penyebabnya dapat dibagi atas tiga kelompok, yaitu 
            a. Suatu gangguan dalam kehamilan
Sampai pada minggu kehamilan 6 dan 9 pada semua janin ada suatu celah bibir, rahang pada kedua sisi dan sampai minggu ke 9 dan 12, ada suatu celah langit-langit. Dalam keadaan normal, bagian-bagian tersebut tumbuh saling mendekati dan bersatu. Apabila pproses ini tidak terjadi atau tidak sepenuhnya terjadi maka tetap akan ada celah-celah. Pada permulaan kehamilan ada sebuah rahang atas yang pada awal perkembangannya terdiri atas tiga bagian : dua bagian ada di sisi samping dan ada sebuah bagian di tengah
b. Faktor-faktor genetis
Yang dimaksudkan disini ialah suatu gangguan dalm bakat anak itu sendiri, yaitu :
-          terjadi pada saat pembuahan. Hal semacam ini misalnya timbul pada suatu kelainan kromosom.
-          Melalui satu atau kedua orang tua, bakat untuk disglosia diteruskan (diturunkan). Di sini, disglosia terdapat pada misalnya satu atau kedua orang tua dan atau satu atau lebih anggota keluarga
c. Suatu kombinasi dari faktor-faktor
Hal ini yang paling serinng terjadi: biasanya disglosia terjadi oleh suatu kombinasi dari faktor-faktor bakat dan gangguan-gangguan yang timbul pada waktu kehamilan di dalam periode peka (trisemester pertama). Jadi, disglosia biasanya terjadi oleh lebih dari satu faktor. Maka hal itu sering disebut juga multifaktorial.

MANIFESTASI KLINIS
a. Masalah makan
Pada umumnya disebabkan oleh :
  •  Kelainan anatomi di daerah mulut (bibir, rahang dan langit-langit yang celah). Karena celah tersebut, maka ada pemisahan kurang baik antara rongga mulut dan rongga hidung serta tempat akhir lekat otot-otot menyimpang. 
  •  Kelainan fisiologi |(kelainan gerakan otot, secara kompensasi ataupun tidak dan gangguan sinkroni di dalam pengaturan tempo gerakan-gerakan otot.

b. Gigi-geligi
Pada anak ini terkadang terjadi bahwa munculnya gigi di daerah celah tidak berlangsung sesuai pola yang diharapkan. Terkadang timbul terlalu banyak atau terlalu sedikit gigi dan terkadang posisi atu tempatnya tidak benar. Pada gigi-geligi susu hali ini tidak usah di apa-apakan tapi masalah sama dapat muncul pada gigi-geligi tetap.
c.  Perkembangan sosial emosional
Hasil dan bukti penelitian tidak menyatakan, bahwa taraf penyesuaian sosial pada mereka dengan celah bibir dan celah palatum adalah buruk, khususnya pada saat mencapai usia dewasa. Tetapi tidak sukar untuk memahami bahwa bayi-bayi dengan celah, khususnya mereka yang dibebani kelainan wajah, dapat mengalami kesulitan dalam hubungan dengan pengembangan komunikasi.
d. Wicara
Anak belum dapat mengucapkan semua bunyi dengan baik dan masih melatihnya. Karena itu ia butuh mendengarkan sering-sering contoh yang baik.
e. Bahasa
Harus diteliti apakah anak itu mengerti kata-kata, kalima-kalimat, perintah-perintah.
f. Pendengaran
Hal ini akibat dari adanya hubungan antara lubang telinga dengan tuba eustachius sehingga kurang adanya udara segar dan karena bekerjanya otot-otot/ velum/ palatum yang jelek. Otot-otot/ velum/ palatum dapat juga kurang bekerja, sehingga tuba echatichus kurang dapat udara segar bila menelan salah atau bila bernafas melalui mulut.


PERAN TERAPI WICARA
Peran khusus terapis wicara terutama terletak di bidang pemeriksaan, penerangan dan penaganan masalah 
-          minum dan makan
-          komunikasi
-          artikulasi (lafal, ucapan jelas)
-          nasalitas (suara sengau)
-          pendengaran
Akan tetapi, secara umum dapat dijelaskan peran terapis wicara ialah sebagai berikut :
1.                  Memberi metode modeling
Metode modeling merupakan alat terapi yang sangat sederhana tetapi sangat berguna. Metode modeling terapis sangatlah berperan untuk menyediakan dirinya menjadi model dengan mengucapkan rangkaian-rangkaian kata dalam kalimat sederhana sehingga anak disglosia mampu menangkap bagaiman cara mengucapkan rangkaian kalimat sederhana dengan baik.
Tetapi harus diingat bahwa apa yang diucapkan oleh terapis bukan sekedar rangkaian kata atau bukan asal bicara. Terapis harus menyusun rangkaian kata yang telah dirancang sedemikian rupa sehingga anak dapat menerima, memahami dan mengalami proses terangkaiannya makna dan sekaligus maknanya.
Contoh : terapis membawa boneka besar dan kecil, seperti seorang dalang. Terapis memperagakan atau memainkan boneka sambil berbicara sendiri.
2.                  Metode expansions
Merupakan suatu tindakan terapi bahasa dengan cara terapis mengulangi kalimat yang dibuat oleh anak tetapi pada saat yang sama melakukan variasi dengan membuat kalimat yang lebih variatif dan benar.
Contoh : jika anak mengucapkan ”saya ingin mam bakso” maka terapis dapat membenarkan dengan mengucap kalimat yang lebih tepat menjadi ”saya ingin makan bakso”.
3.                  Metode extensions
Suatu tindakan terapi bahasa dengan cara terapis memperluas dan memperpanjang ucapan yang di buat sendiri oleh anak dengan menambah beberapa frase/ kata sehingga kalimat itu bukan hanya lebih panjang tetapi juga lebih jelas maknanya.
Contoh : jika anak mengatakan ”lapar... makan nasi” maka terapis melakukan ekstensi dengan ”saya lapar dan saya ingin makan nasi”.
Intinya dalam hal ini harus diingat bahwa ekstensi yang dilakukan oleh terapis sebaiknya tidak terlalu panjang. Di usahakan hanya sedikit lebih panjang dari kalimat yang diucapkan anak. Langkah ini sering disebut sebagai semantic training.
4.                  Having the parents help
Dalam terapi bahasa, keterlibatan orang tua sangatlah penting. Terapis juga mengingatkan kepada orang tua agar mereka tidak mencoba-coba terapi sendiri dengan memakai model domestik klasik yang sering kali dipraktekkan orang tua, sebaiknya orang tua mengikuti program dan metode yang sama dengan terapis.
Ada dua metode sederhana yang bisa diajarkan kepada orang tua, yaitu :
a)      Self talk/ bicara sendiri
Ialah membiasakan orang tua untuk berbicara keras-keras sehingga anak dapat mendengar setiap ucapan orang tua mereka ketika mereka melakukan/ merasakan sesuatu. Melalui cara ini anak dibiasakan untuk mendengar ucapan sekaligus pada saat yang sama mengamati tindakan orang tua.
b)      Paralel talk
Dimana orang tua mengucapkan apa-apa yang ada dalam pikirannya sendiri. Dalam paralel talk ini orang tua berperan melisankan apa yang mungkin dipirkan dan dirasakan anak. Dalam hal ini butuh latihan dan kecermatan orang tua untuk membaca keinginan dan perasaan anak.
Contoh : ketika orang tua melihat anak haus, dia dapat mengatakan ”Dina lapar ?.. Dina ingin makan ?..oh, tidak ...Dina ingin minum air putih saja.
5.                  Metode correction
Metode dimana terapi ditekankan bukan pada variasi kalimat tetapi pada membetulkan kalimat yang salah. Tapi perlu diingatkan bahwa disini terapis atau orang tua harus menghindari model koreksi yang menyudutkan anak terus menerus merasa bersalah sehingga anak menjadi tidak berani berbicara.


REFERENSI
Maria Susila Yuwati. 1997. ”Pengajaran Bina Persepsi Bunyi dan Irama untuk Anak
Tunarungu”. Jakarta: Pelatihan Guru PLBJ
 Tineke Neering-Pleijaster . 1992. ”Pedoman Speech Therapy”. Malang: SLB YPTB
Tarmansyah. 1996. “Gangguan Komunikasi”. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti - Proyek
Pendidikan Tenaga Guru 
Wardani, IGAK. 1995. ”Pengajaran Bahasa Indonesia”.  Jakarta: Depdikbud  – Dirjen
Dikti Proyek Pendidikan Tenaga Guru 

Selasa, 17 Januari 2012

KEMANTAPAN DINAMIS SEBAGAI SALAH SATU CIRI RAGAM BAHASA BAKU

A. Pengertian dan Teori Ragam Bahasa, Bahasa Indonesia

Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara (Bachman, 1990).

Menurut Dendy sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tidak baku. Dalam situasi resmi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tidak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.

Ragam  bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok yang sangat beragam. Dalam hal variasi ini ada dua pandangan. Pertama, variasi itu dilihat sebagai adanya keragaman sosial penutur bahasa dan keragaman fungsi bahasa itu. Variasi  bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa.variasi bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Selain itu, variasi bahasa terjadi biasanya akibat perbedaan letak geografis.
B. Analisis Kemantapan Dinamis Sebagai Salah Satu Ciri Ragam Bahasa Baku Bahasa Indonesia
Ragam bahasa baku dapat dikenali dari beberapa sifatnya. Seperti halnya dengan bahasa-bahasa lain di dunia, bahasa Indonesia menggunakan bahasa orang yang berpendidikan sebagai tolok ukurnya. Ragam ini digunakan sebagai tolok ukur karena kaidah-kaidahnya paling lengkap diberikan.  Pengembangan ragam bahasa baku memiliki tiga ciri atau arah salah satunya adalah Memiliki kemantapan dinamis yang berupa kaidah dan aturan yang tetap. Di sini, baku atau standar berarti tidak dapat berubah setiap saat.
Banyak orang kurang menyetujui pemakaian bahasa “baku” karena mereka kurang  memahami makna istilah itu. Mereka mengira bahasa yang baku selalu bersifat kaku, tidak lazim digunakan sehari-hari, atau bahasa yang hanya terdapat di buku. Mereka berpendirian bahwa kita cukup menggunakan bahasa yang komunikatif, maksudnya mudah dipahami. Mereka beranggapan bahwa penggunaan ragam baku mengakibatkan bahasa yang kurang komunikatif dan sulit dipahami.  Pemahaman semacam ini harus diluruskan. Keterpautan bahasa baku dengan materi di media massa ialah bahwa ragam ini yang paling tepat digunakan supaya bahasa Indonesia berkembang dan dapat menjadi bahasa iptek, bahasa sosial, atau pun bahasa pergaulan yang moderen. Bahasa yang baku tidak akan menimbulkan ketaksaan pada pemahaman pembacanya. Ragam bahasa baku akan menuntun pembacanya ke arah cara berpikir yang bernalar, jernih, dan masuk akal. Bahasa Inggris, dan bahasa-bahasa lain di Eropa, bisa menjadi bahasa dunia dan bahasa komunikasi dalam ilmu pengetahuan karena tingginya sifat kebakuan bahasa-bahasa tersebut.
Ragam bahasa Indonesia yang baku ini biasanya ditandai oleh adanya sifat kemantapan dinamis dan ciri kecendekiaan. Yang dimaksud dengan kemantapan dinamis ini ialah bahwa bahasa tersebut selalu mengikuti kaidah atau aturan yang tetap dan mantap namun terbuka untuk menerima perubahan yang bersistem.
Arti dari kemantapan itu sendiri adalah sesuai dengan sistem bahasa yang baku.
Contoh :          
1.      Peng + kontrak = Pengontrak (bukan Pengkontrak)
2.      Meng +suplai = Menyuplai (bukan Mengsuplai)
3.      Peng + Kubur = Pengubur (bukan Pengkubur )

Sedangkan arti dari dinamis adalah tidak kaku dan dapat menerima perubahan yang berpola dan bersistem.
Contoh :
1.      Pentatar          ><        petatar
2.      Penyuluh         ><        penyuluh
3.      Penyepak bola ><        pesepak bola
4.      Penuduh          ><        tertuduh
5.      Pendakwa        ><        terdakwa

C. Fakta yang Muncul di Masyarakat Mengenai Penggunaan Bahasa Indonesia yang Baku
Bahasa Indonesia mempunyai sebuah aturan yang baku dalam pengguanaanya, namun dalam prakteknya sering terjadi penyimpangan dari aturan yang baku tersebut. Kata-kata yang menyimpang disebut kata non baku. Salah satu penyebabnya adalah faktor lingkungan. Faktor ini berpengaruh karena daerah yang satu berdialek berbeda dengan dialek didaerah yang lain, walaupun bahasa yang digunakannya tetap bahasa Indonesia. Ketidak bakuan ini juga bisa disebabkan oleh perubahan gaya hidup di masyarakat , banyak sekali masyarakat kita yang mulai meninggalkan bahasa baku dalam komunikasi sehari harinya. Mereka beranggapan bahwa bahasa yang baku terkesan formal dan tidak membuat situasi komunikasi menjadi lebih santai dan akrab.
Masyarakat di daerah juga lebih memilih memakai bahasa daerah untuk berkomunikasi sehari hari, fakta ini cukup menimbulkan pro dan kontra dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baku. Satu pihak berpendapat bahwa penggunaan bahasa daerah  dapat memberikan ciri terhadap daerah itu, sehingga daerah itu terlihat berbeda dengan daerah yang lain, namun ada juga yang berpendapat bahwa penggunaan bahasa daerah dapat menimbulkan sifat kesukuan yang lebih dominan dan dapat menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya perpecahan.
Dalam era globalisasi ini tentunya kita sudah tidak asing lagi dengan penggunaan short message service (SMS), layanan pertemanan Facebook, Twitter, dan lain sebagainya. Dalam penggunaanya, ternyata layanan seperti ini tidak luput juga dari adanya tren penggunaan tulisan – tulisan yang tidak baku atau melenceng dari kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Banyak sekali kita melihat tulisan dari pengguna layanan ini yang menggunakan bahasa yang sebelumnya tidak pernah kita lihat sebelumnya, contohnya adalah bahasa alay, dalam keterangan yang didapat dari berbagai sumber disebutkan bahwa alay merupakan akronim dari "anak layangan" dan penggunanya kebanyakan adalah anak - anak remaja . Tidak begitu jelas maksud atau arti layangan di sini. Namun, karena perilaku layangan yang ketika dimainkan harus ditarik dan diulur, kemudian dijadikan perumpamaan kepribadian remaja yang masih labil. Artinya, bisa berubah-ubah karena ada tarikan dari sana-sini sesuai dengan pengaruh di sekitarnya. Kemunculan bahasa alay dalam beberapa tahun belakangan ini bisa dirasakan kehadirannya di kalangan remaja. Berikut ini contoh perubahan penulisan huruf ataupun kata dalam bahasa alay:
- kamu: kamuwh, kamyu, qamu
- aku: akyu, aq, aquwh
- maaf: mu'uph, maav
- sorry: cowyie, cory
- lagi: agi, agy, age, lageeh, lg
- makan: mums, mu'umhs
- lucu: lutchuw, luthu, lutu/luttu
- siapa: ciappa, siappva
Dari beberapa contoh di atas bisa dilihat bahwa tidak ada pola pembentukan kata yang jelas, yang bisa diterapkan untuk kata-kata lainnya. Belum lagi, penulisannya dalam suatu kalimat divariasi dengan angka untuk menggantikan huruf vokal dan penggunaan huruf besar ataupun huruf kecil di bagian tengah suatu kata, sehingga mungkin akan membuat pembaca bertambah bingung membacanya. Contohnya sebagai berikut:
- Hi… qMu gi dm4na? w d4h gAg s4bar p3nGen keT3mU (Hai...kamu lagi di mana? Wah, sudah enggak sabar pengin ketemu)
- gMn4 rS4Na j4D1 k4Te m1DdL3tON yUa...(Bagaimana rasanya jadi Kate Middleton ya)
- wUiih teLAt b4NguN... uNtUNg g t3L4T (Wuiih, telat bangun... untung enggak telat)
- my h4RdeSt dAy n we3K...(My hardest day and week/Hari dan minggu yang berat)
- wiSh I c4n pAss tHeM aS sOon aS pOsSibL3 (Wish I can pass them as soon as possible/Saya berharap bisa melewatinya sesegera mungkin)
- Hbd y... w1sH U all the b3sT n God bl3ss U (Happy birthday.. wish you all the best and god bless you/Selamat ulang tahun, berharap yang terbaik dan semoga Tuhan memberkati dirimu)
Dari beberapa contoh kalimat di atas semakin terlihat bahwa tidak ada pola baku bisa diterapkan dalam penulisan bahasa alay. Bahkan, penulisannya pun bisa dalam bahasa asing, misalnya bahasa Inggris atau dicampur kedua-duanya.
Semua huruf ataupun kata yang ditulis bisa berubah-ubah, baik itu huruf besar maupun huruf kecil. Menulis kata bisa juga dengan rangkaian angka atau huruf atau mencampurnya.
Bagi sebagian orang, kemunculan bahasa alay ini bisa diterima sebagai perkembangan dunia remaja saat ini, terutama dalam berbahasa. Bisa jadi, karena para remaja ingin mengekspresikan dirinya dalam bentuk berbeda dari dunia orang dewasa, atau mungkin juga karena kreativitasnya, muncullah bahasa ini. Namun, ada pula yang tidak bisa mafhum akan keberadaan bahasa ini. Bahasa alay dianggap telah merusak kaidah bahasa yang selama ini sudah biasa digunakan. Sebab, acap kali penggunaan bahasa itu tidak pada tempatnya.
Boleh saja bahasa alay digunakan dalam pergaulan sesama remaja, tetapi kadang mereka juga menggunakannya dalam berkomunikasi dengan orang lain, baik itu kepada anak kecil maupun orang dewasa, umpamanya orangtua dan guru. Mungkin, para remaja itu lupa bahwa mereka perlu belajar untuk menempatkan diri, termasuk dalam berkomunikasi dan berbahasa, dengan siapa mereka berhadapan. Bahkan, yang lebih parah lagi, ada juga yang menggunakannya dalam surat lamaran kerja. Entah itu dengan maksud serius atau hanya bercanda, yang jelas penggunaan bahasa tersebut tidak pada tempatnya.
Tentu saja, hal ini tidak bisa diperkenankan karena penggunaan bahasa tulisan yang baik adalah hal yang mutlak dalam konteks tulisan formal, termasuk surat lamaran kerja. Maka dari itu, siapa pun yang mau menggunakan bahasa alay seharusnya bisa memahami ruang lingkup penggunaannya.

D. Kesimpulan 

Kemantapan dinamis adalah salah satu sifat atau ciri dari ragam bahasa baku dan definisinya adalah bahwa bahasa tersebut selalu mengikuti kaidah atau aturan yang tetap dan mantap namun terbuka untuk menerima perubahan yang bersistem. Namun dalam kenyataanya di masyarakat, bahasa baku yang menjadi kaidah yang seharusnya dituruti, terasa tidak begitu berarti dalam penggunaan bahasa sehari hari. Bahkan karena munculnya tren – tren tertentu, bahasa yang seharusnya baku, diplencengkan, sehingga kemantapan dinamisnya terkesan hilang atau sanagt melenceng jauh dari tatanan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Memang benar bahwa kemantapan dinamis juga bersifat terbuka dalam menerima perubahan yang bersistem, tetapi munculnya tren penggunaan bahasa tidak baku (contoh : bahasa alay) terkesan menjatuhkan unsur – unsur yang ada dalam kaidah bahasa Indonesia yang digunakan sebagai bahasa nasional kita.
Untuk itu marilah kita tetap menggunakan bahasa yang berkaidah, karena penggunaan bahasa yang baik dan benar secara tidak langsung dapat menimbulkan kesan yang lebih sopan dan teratur di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
 
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997. Tata Bahasa Baku Bahasa  Indonesia. Jakarta: Perum Balai Pustaka
Moeliono, Anton M. 2002. Bahasa yang Efisien dan Efektif dalam Bidang Iptek”,  makalah lepas.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1979. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta: Balai Pustaka
Sabarianto, Dirgo. 2001. Kebakuan dan Ketidakbakuan Kalimat dalam Bahasa  Indonesia. Jakarta: Mitra Gama Widya
Sakri, Adjat. 2002. Diktat Perlatihan. Jakarta: Dikti Diknas, Proyek Peningkatan  Kualitas Sumber Daya Manusia.

Kamis, 12 Januari 2012

CROUZON SYNDROME

Definisi & Pengertian 
            Crouzon syndrome merupakan kelainan bawaan pada janin yang masih di dalam kandungan saat terjadinya pembentukan organ-organ.  Namun, dalam kasus crouzon syndrome pembentukan organ-organ tersebut tidak berkembang dengan baik, khususnya pada kepala.  Ketika lahir bentuk kepala tidak sempurna.  Lebih tepatnya, tulang pada kepala sudah menutup sebelum waktunya.  Seharusnya tulang pada kepala, yang disebut dengan ubun-ubun masih terbuka sampai anak usia 18-24 bulan.  Keadaan ubun-ubun lebih cepat menutup, maka otak sulit untuk berkembang sehingga mendesak bagian lain.  Bentuk kepala menjadi tidak proporsional dan membuat bentuk wajah menjadi tidak proporsional.
Crouzon syndrome merupakan penyakit autosomal dominan dengan gejala yang bervariasi yang disebabkan oleh mutasi gen pertumbuhan FGFR2 (Fibroblast Growth Factor Receptor 2) pada kromosom 10.  Octave Crouzon (1912) memperkenalkan sindrom herediter kraniofasial dysostosis pada ibu dan anak laki-laki.  Crouzon menggambarkan tiga kelainan bentuk tulang calvaria, anomali wajah, dan exophthalmos.  Penyakit ini dikarakteristikkan dengan tulang calvaria yang terlalu cepat menutup dan sutura basis kranial dan juga seperti halnya orbital dan maksila secara kompleks (craniosynostosis).  Kranium tersusun atas beberapa tulang yang dipisahkan oleh sutura.  Sutura ini membuat kranium membesar dan berkembang bersamaan dengan perkembangan otak.  Jika satu atau lebih sutura menutup lebih cepat, khususnya sebelum otak berkembang secara sempurna, maka kemungkinan perkembangan otak akan menekan kranium dan dapat mengakibatkan terbukanya sutura yang lain.  Hal ini dapat menyebabkan ketidaknormalan bentuk kepala dan pada beberapa kasus dapat mempercepat perkembangan otak. 


Penyatuan sutura yang terlalu cepat melibatkan sagital dan koronal sutura.  Sutura lamboidal terkadang juga terlibat.  Urutan dan kecepatan penyatuan sutura menentukan tingkat deformitas dan kecacatan.  Penyatuan sutura yang cepat dapat terjadi sendiri atau bersamaan dengan kelainan lain.  Pada crouzon syndrome tidak ditemukan kelainan pada jari-jari seperti yang terdapat pada penyakit Apert’s Pfeiffer dan Saethre Chotzen syndrome sebagai diagnosa bandingnya.
Etiologi 
Crouzon syndrome disebabkan oleh mutasi gen pertumbuhan FGFR2 (Fibroblast Growth Factor Receptor 2) kromosom 10.   Mutasinya gen FGFR2 memiliki efek yang berbeda pada tiap individu.  Prematur synostosis pada sutura koronal, sagital dan kadang-kadang sutura lamboidal dimulai pada tahun pertama kelahiran dan berakhir pada tahun kedua atau ketiga.  Urutan dan kecepatan penyatuan sutura menentukan tingkat deformitas dan kecacatan.   Pada saat sutura tertutup, pertumbuhan sutura secara tegak lurus menjadi terbatas dan tulang menjadi stuktur yang tunggal.  Keseimbangan pertumbuhan terjadi pada saat mempertahankan terbukanya sutura untuk perkembangan otak.  Bagaimanapun, semakin besar frekuensi sutura synostosis akan mengakibatkan penyatuan yang cepat dari sutura basis kranium, hipoplasia midfacial, orbital yang dangkal, dorsum nasal yang pendek, hipoplasia maksila, dan terkadang terjadi penyumbatan pernapasan atas.   Jika kedua orang tua tidak menderita crouzon syndrome, kesempatan kedua anak yang lahir dengan crouzon syndrome sangat kecil.  Namun, jika salah satu orang tua menderita crouzon syndrome, kemungkinan bahwa setiap kehamilan akan menghasilkan anak dengan sindrom adalah 1 dari 2 (50% risiko).  Jika anak yang lain tidak menderita crouzon syndrome (tidak menunjukkan tanda-tanda crouzon syndrome) , maka anak yang nantinya lahir tidak menderita crouzon syndrome.  Jika ada anggota keluarga lain memiliki crouzon syndrom maka resiko terjadinya crouzon syndrom untuk setiap kehamilan sebesar 50%




Tanda dan Gejala 
Tanda dan gejala dari crouzon syndrome tergantung pada bagaimana dan kapan sutura kranial menyatu dengan cepat selama perkembangan janin. Tanda dan gejala yang sering terjadi antara lain: pembentukan tulang kepala yang terlalu cepat (craniosynostosis), perkembangan yang lambat dari hidung dan soket mata (midface hypoplasia), hidung berbentuk paruh, mikrotia pada telinga, kehilangan atau mengecilnya kanal telinga (congenital aural atresia), penyakit ini menyebabkan kehilangan pendengaran, anomali pada tangan dan kaki, acanthosis nigricans, mandibula prognasi, gigi rahang atas crowded, oligodontia, cleft palate, makrodontia, maksila atrisia.

Prevalensi
Berdasarkan prevalensi internasional yang di kutip oleh United States. Perbandingan jumlah anak yang mengalami crouzon syndrom adalah 1 dibanding 60000( kira-kira 16.5 per seribu jumlah bayi yang lahir )