Sabtu, 28 Januari 2012

DISGLOSIA

DEFINISI
Disglosia ialah kesulitan bicara yang disebabkan oleh kelainan bentuk struktur dari organ bicara yaitu artikulator, seperti: palatoskisis  (celah pada palatum),  celah bibir, maloklusi (salah temu gigi atas dan gigi bawah), anomali (penyimpangan dari nilai baku, seperti: bentuk lidah yang tebal,  tidak tumbuh velum, tali lidah pendek).

ETIOLOGI
Pada kebanyakan kasus disglosia, sebabnya tidak jelas. Disglosia dapat terjadi oleh suatu kombinasi dari faktor-faktor pembawaan dan gangguan-gangguan dari luar di antara masa kehamilan 6 sampai 12 minggu.
Penyebabnya dapat dibagi atas tiga kelompok, yaitu 
            a. Suatu gangguan dalam kehamilan
Sampai pada minggu kehamilan 6 dan 9 pada semua janin ada suatu celah bibir, rahang pada kedua sisi dan sampai minggu ke 9 dan 12, ada suatu celah langit-langit. Dalam keadaan normal, bagian-bagian tersebut tumbuh saling mendekati dan bersatu. Apabila pproses ini tidak terjadi atau tidak sepenuhnya terjadi maka tetap akan ada celah-celah. Pada permulaan kehamilan ada sebuah rahang atas yang pada awal perkembangannya terdiri atas tiga bagian : dua bagian ada di sisi samping dan ada sebuah bagian di tengah
b. Faktor-faktor genetis
Yang dimaksudkan disini ialah suatu gangguan dalm bakat anak itu sendiri, yaitu :
-          terjadi pada saat pembuahan. Hal semacam ini misalnya timbul pada suatu kelainan kromosom.
-          Melalui satu atau kedua orang tua, bakat untuk disglosia diteruskan (diturunkan). Di sini, disglosia terdapat pada misalnya satu atau kedua orang tua dan atau satu atau lebih anggota keluarga
c. Suatu kombinasi dari faktor-faktor
Hal ini yang paling serinng terjadi: biasanya disglosia terjadi oleh suatu kombinasi dari faktor-faktor bakat dan gangguan-gangguan yang timbul pada waktu kehamilan di dalam periode peka (trisemester pertama). Jadi, disglosia biasanya terjadi oleh lebih dari satu faktor. Maka hal itu sering disebut juga multifaktorial.

MANIFESTASI KLINIS
a. Masalah makan
Pada umumnya disebabkan oleh :
  •  Kelainan anatomi di daerah mulut (bibir, rahang dan langit-langit yang celah). Karena celah tersebut, maka ada pemisahan kurang baik antara rongga mulut dan rongga hidung serta tempat akhir lekat otot-otot menyimpang. 
  •  Kelainan fisiologi |(kelainan gerakan otot, secara kompensasi ataupun tidak dan gangguan sinkroni di dalam pengaturan tempo gerakan-gerakan otot.

b. Gigi-geligi
Pada anak ini terkadang terjadi bahwa munculnya gigi di daerah celah tidak berlangsung sesuai pola yang diharapkan. Terkadang timbul terlalu banyak atau terlalu sedikit gigi dan terkadang posisi atu tempatnya tidak benar. Pada gigi-geligi susu hali ini tidak usah di apa-apakan tapi masalah sama dapat muncul pada gigi-geligi tetap.
c.  Perkembangan sosial emosional
Hasil dan bukti penelitian tidak menyatakan, bahwa taraf penyesuaian sosial pada mereka dengan celah bibir dan celah palatum adalah buruk, khususnya pada saat mencapai usia dewasa. Tetapi tidak sukar untuk memahami bahwa bayi-bayi dengan celah, khususnya mereka yang dibebani kelainan wajah, dapat mengalami kesulitan dalam hubungan dengan pengembangan komunikasi.
d. Wicara
Anak belum dapat mengucapkan semua bunyi dengan baik dan masih melatihnya. Karena itu ia butuh mendengarkan sering-sering contoh yang baik.
e. Bahasa
Harus diteliti apakah anak itu mengerti kata-kata, kalima-kalimat, perintah-perintah.
f. Pendengaran
Hal ini akibat dari adanya hubungan antara lubang telinga dengan tuba eustachius sehingga kurang adanya udara segar dan karena bekerjanya otot-otot/ velum/ palatum yang jelek. Otot-otot/ velum/ palatum dapat juga kurang bekerja, sehingga tuba echatichus kurang dapat udara segar bila menelan salah atau bila bernafas melalui mulut.


PERAN TERAPI WICARA
Peran khusus terapis wicara terutama terletak di bidang pemeriksaan, penerangan dan penaganan masalah 
-          minum dan makan
-          komunikasi
-          artikulasi (lafal, ucapan jelas)
-          nasalitas (suara sengau)
-          pendengaran
Akan tetapi, secara umum dapat dijelaskan peran terapis wicara ialah sebagai berikut :
1.                  Memberi metode modeling
Metode modeling merupakan alat terapi yang sangat sederhana tetapi sangat berguna. Metode modeling terapis sangatlah berperan untuk menyediakan dirinya menjadi model dengan mengucapkan rangkaian-rangkaian kata dalam kalimat sederhana sehingga anak disglosia mampu menangkap bagaiman cara mengucapkan rangkaian kalimat sederhana dengan baik.
Tetapi harus diingat bahwa apa yang diucapkan oleh terapis bukan sekedar rangkaian kata atau bukan asal bicara. Terapis harus menyusun rangkaian kata yang telah dirancang sedemikian rupa sehingga anak dapat menerima, memahami dan mengalami proses terangkaiannya makna dan sekaligus maknanya.
Contoh : terapis membawa boneka besar dan kecil, seperti seorang dalang. Terapis memperagakan atau memainkan boneka sambil berbicara sendiri.
2.                  Metode expansions
Merupakan suatu tindakan terapi bahasa dengan cara terapis mengulangi kalimat yang dibuat oleh anak tetapi pada saat yang sama melakukan variasi dengan membuat kalimat yang lebih variatif dan benar.
Contoh : jika anak mengucapkan ”saya ingin mam bakso” maka terapis dapat membenarkan dengan mengucap kalimat yang lebih tepat menjadi ”saya ingin makan bakso”.
3.                  Metode extensions
Suatu tindakan terapi bahasa dengan cara terapis memperluas dan memperpanjang ucapan yang di buat sendiri oleh anak dengan menambah beberapa frase/ kata sehingga kalimat itu bukan hanya lebih panjang tetapi juga lebih jelas maknanya.
Contoh : jika anak mengatakan ”lapar... makan nasi” maka terapis melakukan ekstensi dengan ”saya lapar dan saya ingin makan nasi”.
Intinya dalam hal ini harus diingat bahwa ekstensi yang dilakukan oleh terapis sebaiknya tidak terlalu panjang. Di usahakan hanya sedikit lebih panjang dari kalimat yang diucapkan anak. Langkah ini sering disebut sebagai semantic training.
4.                  Having the parents help
Dalam terapi bahasa, keterlibatan orang tua sangatlah penting. Terapis juga mengingatkan kepada orang tua agar mereka tidak mencoba-coba terapi sendiri dengan memakai model domestik klasik yang sering kali dipraktekkan orang tua, sebaiknya orang tua mengikuti program dan metode yang sama dengan terapis.
Ada dua metode sederhana yang bisa diajarkan kepada orang tua, yaitu :
a)      Self talk/ bicara sendiri
Ialah membiasakan orang tua untuk berbicara keras-keras sehingga anak dapat mendengar setiap ucapan orang tua mereka ketika mereka melakukan/ merasakan sesuatu. Melalui cara ini anak dibiasakan untuk mendengar ucapan sekaligus pada saat yang sama mengamati tindakan orang tua.
b)      Paralel talk
Dimana orang tua mengucapkan apa-apa yang ada dalam pikirannya sendiri. Dalam paralel talk ini orang tua berperan melisankan apa yang mungkin dipirkan dan dirasakan anak. Dalam hal ini butuh latihan dan kecermatan orang tua untuk membaca keinginan dan perasaan anak.
Contoh : ketika orang tua melihat anak haus, dia dapat mengatakan ”Dina lapar ?.. Dina ingin makan ?..oh, tidak ...Dina ingin minum air putih saja.
5.                  Metode correction
Metode dimana terapi ditekankan bukan pada variasi kalimat tetapi pada membetulkan kalimat yang salah. Tapi perlu diingatkan bahwa disini terapis atau orang tua harus menghindari model koreksi yang menyudutkan anak terus menerus merasa bersalah sehingga anak menjadi tidak berani berbicara.


REFERENSI
Maria Susila Yuwati. 1997. ”Pengajaran Bina Persepsi Bunyi dan Irama untuk Anak
Tunarungu”. Jakarta: Pelatihan Guru PLBJ
 Tineke Neering-Pleijaster . 1992. ”Pedoman Speech Therapy”. Malang: SLB YPTB
Tarmansyah. 1996. “Gangguan Komunikasi”. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti - Proyek
Pendidikan Tenaga Guru 
Wardani, IGAK. 1995. ”Pengajaran Bahasa Indonesia”.  Jakarta: Depdikbud  – Dirjen
Dikti Proyek Pendidikan Tenaga Guru 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar